Sakitmu Sakitku
19 February 2015
Edit
Kupejamkan mata sekejap, mencoba membayangkan diriku sendiri. Apakah aku sama dengan katak itu? Apakah aku layak disebut hamba-Mu yang selalu meminta pertolongan pada-Mu? Ataukah justru lari dan semakin jauh dari-Mu, Yaa Rabb?
“Shafa…!”
Aku segera keluar dari lamunan tentang arti diri. Mendengar namaku dipanggil begitu kencang, lantas aku segera bangkit dan menemui kakak yang berlari mendekat.
“Ada apa Kak? Teriaknya kencang sekali, kasihan orang-orang yang sedang istirahat nanti terganggu,” ucapku pada Kakak yang terlihat begitu panik.
“Sha, ibu Sha..’ ucapnya terbata.
“Ibu? Ada apa dengan ibu? Aku ingin bertemu dengannya,” ucapku sambil bersiap lari menuju kamarnya. Entah mengapa, ketika aku mendengar nama ibu disebut selalu membuat hati tergetar, air mata seolah ingin tumpah dari peraduannya. Mungkin ikatan emosional itu terlalu kuat.
Saat aku akan melangkah menuju kamar ibu, kakak langsung mencegahku dan menarik tanganku kuat-kuat. “Tunggu dulu Sha, ibu sedang mendapat pemeriksaan dari dokter dan kita tak bisa masuk kesana, kondisi ibu sangat kritis” katanya.
“Tidak, aku tidak mau diam saja disini, aku ingin bertemu ibu, aku ingin melihat keadaan ibu dan memastikannya bai-baik saja,” aku tetap bersikeras. Mencoba melepaskan pegangan kakak.
“Kumohon Kak…” ucapku akhirnya setelah pasrah tak kuasa melepaskan pegangannya yang sangat kuat itu. Kakak hanya menggelengkan kepala. Hingga akhirnya aku tak bisa membendung air mata yang sedari tadi memaksa untuk keluar. Perlahan, kakak pun mulai melepaskan pegangannya dan membiarkanku menangis sambil berlutut di depan hujan yang kembali turun semakin deras.
‘Ya Rabb, aku tahu Engkaulah Sang Pemilik Jiwa, Engkau Yang Maha Kuasa atas setiap diri, karena itu kumohon berikanlah setetes embun dari kerajaan lautan-Mu yang begitu luas… Karuniakanlah kami kesabaran untuk mrnghadapi ujian ini… Aku yakin Engkau Maha Penyayang… Kabulkan Yaa Rahmaan…’ do’aku dalam tangis.